Susu Formula dan Makanan Bayi Aman Dikonsumsi

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib memastikan, semua produk susu formula dan makanan bayi yang saat ini beredar di pasaran, tidak tercemar bakteri jahat sehingga aman dikonsumsi.
"BPOM melakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap sampel produk tersebut sepanjang tahun untuk mendeteksi kemungkinan adanya cemaran mikrobiologi. Kalau produk yang bersangkutan ternyata bermasalah, kita panggil produsennya dan minta mereka memperbaiki produknya," kata Husniah di Jakarta, Selasa (26/2).
Hal itu untuk menanggapi hasil penelitian para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) terhadap 22 sampel produk susu formula untuk bayi dan 15 produk makanan bayi selama 2003-2006, yang menunjukkan bahwa 22,73 persen sampel susu formula dan 40 persen sampel makanan bayi tercemar bakteri Enterobacter sakazakii.
Sementara itu, Menkes Siti Fadilah Supari mengatakan, pihaknya telah meminta laporan BPOM mengenai penelitian yang dilakukan tim peneliti IPB seputar susu formula dan makanan bayi.
"Penelitian itu signifikan atau tidak? Siapa yang meneliti, caranya bagaimana, pendanaannya bagaimana. Kenapa yang diperiksa susu itu. Apakah perusahaannya hanya sekitar itu," kata Menkes, sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (26/2).
Husniah menambahkan, selain pemeriksaan terhadap cemaran mikrobiologi berupa bakteri, termasuk bakteri penyebab diare (Salmonella sp, Eschericia colli, dan Enterobacter sakazakii), pihaknya juga memeriksa kemungkinan adanya cemaran kapang dan mikroorganisme patogen lain pada produk-produk tersebut.
Namun demikian, kata dia, pihaknya tidak memublikasikan hasil pemeriksaan rutin, yang dilakukan untuk memastikan keamanan produk pangan itu kepada publik.
Husniah menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pangan Dunia (FAO) merekomendasikan pemeriksaan cemaran Enterobacter sakazakii pada susu formula bubuk tahun 2005, karena sebelumnya ada laporan kejadian diare pada balita yang mengonsumsi susu tercemar Enterobacter di Jepang.
"Di Indonesia, hingga saat ini belum ditemukan kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh Enterobacter sakazakii. Di sini penyebab utamanya Salmonella dan E. colli," katanya.
Pada pertemuan mengenai Enterobacter sakazakii dan mikroorganisme lain dalam susu bubuk formula bayi tahun 2004, para ahli WHO dan FAO menyebutkan data yang menunjukkan bahwa Salmonella jarang ditemukan pada produk susu bubuk formula jadi, dan E. sakazakii justru lebih banyak ditemukan di lingkungan pabrik dibandingkan dengan Salmonella.
Husniah mengatakan, pemerintah juga diminta mendorong produsen makanan bayi untuk meningkatkan kisaran steril pada produknya, menekan konsentrasi dan prevalensi E. sakazakii di lingkungan pabrik, menerapkan sistem pengawasan lingkungan yang ketat dan efektif, serta menggunakan pemeriksaan Enterobacteriaceae sebagai salah satu indikator pengontrolan higienitas dalam alur produksi di pabrik.
Menkes pertanyakan
Menkes mempertanyakan hasil penelitian tim IPB tersebut. Menurut dia, alasan penelitian harusnya juga dilaporkan kepada BPOM.
"Maksudnya, kenapa sih dia harus melakukan penelitian susu itu di situ. Kenapa tidak di Klaten atau tempat lain. Memangnya di situ banyak yang mencret-mencret," katanya.
Ditambahkan, sampai saat ini BPOM belum memberi laporan mengenai temuan ini, karena BPOM baru akan melapor jika temuan itu penting.
"BPOM akan menilai penelitian itu signifikan dilaporkan ke menteri atau tidak. Kalau tidak, ya tidak. Nanti masyarakat bingung," katanya.
Tak ada kepentingan
Tim peneliti IPB siap menyerahkan hasil riset temuan susu formula dan makanan bayi yang telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii kepada Departemen Kesehatan (Depkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kami sangat kooperatif dan siap menyerahkan hasil lengkap penelitian itu. Namun, perlu disampaikan bahwa para peneliti ini umumnya sudah bergelar doktor, sehingga proses dan tahapan ilmiah serta metodologi penelitian yang dilakukan, sesuai dengan kaidah yang ada," kata Dr. drh. I Wayan T. Wibawan, M.S., salah seorang anggota tim peneliti IPB dalam riset itu, Selasa (26/2).
Hal itu menanggapi reaksi Menkes terhadap hasil penelitian tim IPB tersebut.
Menurut I Wayan T. Wibawan, pada awalnya sebenarnya riset itu mendapat tanggapan positif dalam sebuah pertemuan pada 22 Februari 2008, yang mempertemukan wakil IPB, Departemen Pertanian, Depkes, BPOM, dan kemudian ada kesepakatan untuk membentuk tim gabungan guna menindaklanjuti perkembangan selanjutnya.
Bila kemudian muncul reaksi dari Menkes, ia sendiri juga heran. "Mestinya, riset semacam ini ditanggapi sebagai masukan untuk kemudian bersama-sama mencari solusinya. Kalau tanggapannya soal teknis dan metodologi penelitian, ini menjadi kontra-produktif karena peneliti yang sudah doktor di perguruan tinggi, tidak perlu diajari metodologi penelitian lagi," katanya.
Menurut dia, pendanaan riset berasal dari dana hibah Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sehingga jelas tidak mempunyai kepentingan apa pun, selain bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan kewajiban moral kepada masyarakat.
"Saya tegaskan, tidak ada kepentingan apa pun dari penelitian ini, selain konteks ilmu pengetahuan karena IPB adalah lembaga pendidikan tinggi," kata I Wayan T. Wibawan, yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB.
I Wayan menegaskan, agar pihak-pihak yang mempertanyakan riset itu mendapatkan hasil yang utuh। Direncanakan, Kamis (28/2) tim peneliti akan menyerahkan laporan lengkap penelitian itu kepada Depkes dan BPOM। (A-94/A-130)***

(Pikiran Rakyat)

1 comment:

  1. Kpd Yth. DepKes..
    Mohon di jelaskan kenapa baru sekarang bisa ketauan bahwa susu yang di konsumsi Bayi indonesia bisa tercemar oleh Zat yang gak di inginkan itu, apa memang dari dulu sebenarnya sudah terkontaminasi, tapi Pihak Kesehatan tutup mata..
    Tolong di tuntaskan agar anak Indonesia generasi penerus bangsa Sehat dan dapat meneruskan generasi Indonesia yang Berkompeten..

    ReplyDelete

Komentar :